RUBRIKASI.COM/ Pidie Jaya. – Banjir yang menerjang sejumlah wilayah di Provinsi Aceh tidak hanya merendam permukiman warga, tetapi juga menyisakan lumpur tebal serta kayu gelondongan. Kondisi tersebut menyulitkan proses pembersihan, terutama di lokasi yang tidak dapat dijangkau alat berat.
"Namun, penggunaan gajah dalam penanganan pasca-banjir itu, mendapat sorotan tajam. Pelibatan gajah untuk menyingkirkan kayu besar, dianggap tidak etis dan berpotensi membahayakan satwa dilindungi tersebut.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, menurunkan empat gajah terlatih ke wilayah terdampak banjir, yaitu di Kabupaten Pidie Jaya, Minggu (7/12/2025). Keempat gajah itu adalah Midok, Abu, Ajis, dan seekor gajah betina bernama Noni.
"Forum Peusangan Elephant Conservation Initiative (FPECI) menyatakan keprihatinan atas penggunaan gajah jinak di Pidie Jaya tersebut.
“Hal ini sangat menyayat hati, mengingat gajah bukanlah hewan yang diperuntukkan untuk pekerjaan berat,” kata Sri Wahyuni, Koordinator FPECI, Selasa (9/12/2025).
Gajah bukan pengganti alat berat dan tidak seharusnya dibebani tugas memindahkan kayu-kayu besar yang terbawa banjir. Pembersihan puing dan material berat, semestinya menggunakan ekskavator atau peralatan mekanik lain.
“Membersihkan kayu besar dan material sisa banjir adalah pekerjaan yang secara moral dan teknis seharusnya dilakukan manusia dengan alat yang tepat. Sangat menyedihkan, melihat gajah dipaksa melakukan pekerjaan berisiko ini.”
FPECI menilai, BKSDA Aceh seharusnya lebih mengedepankan prinsip kesejahteraan satwa dengan menghadirkan dukungan logistik berupa alat berat.
“Gajah memiliki batas fisik dan psikologis. Tidak etis dan tidak layak, menempatkan mereka dalam situasi berbahaya seperti ini,” tegas Sri Wahyuni.
Raden Wisnu Nurcahyo, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai pengerahan gajah di lokasi bencana beresiko besar terhadap kesehatan dan kesejahteraan satwa.
“Kehadiran gajah menjadi ironi. Bencana ekologis yang merusak habitat mereka, justru membuat satwa ini kembali dilibatkan untuk membersihkan sisa-sisa kerusakan lingkungan yang juga merupakan ruang hidupnya,” jelasnya, dikutip dari situs UGM, Sabtu (13/12/2025).
Dia menjelaskan, kondisi lapangan pasca-banjir yang dipenuhi kayu, puing bangunan, material tajam berkarat, hingga bangkai hewan, dapat menimbulkan risiko cedera dan penularan penyakit pada gajah.
“Selain cedera fisik, gajah yang dipaksa bekerja di lingkungan ekstrem juga rentan mengalami stres.”
Banjir yang menyisakan tumpukan kayu yang menutupi permukiman warga di Pidie Jaya, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia
Menurut Wisnu, pengerahan gajah untuk pekerjaan semacam itu berpotensi mengganggu kesejahteraan hewan. Termasuk, melanggar lima prinsip kebebasan (five freedoms) dalam animal welfare, yakni bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit dan penyakit, bebas mengekspresikan perilaku alami, serta bebas dari rasa takut dan tertekan.
Penggunaan gajah hanya dapat dibenarkan dalam kondisi sangat darurat, ketika alat berat tidak tersedia atau tidak mampu menjangkau lokasi.
“Namun dalam kasus ini, gajah justru diangkut menggunakan truk. Jika truk bisa masuk, seharusnya alat berat juga dapat dibawa,” katanya.
Wisnu menyatakan, peran gajah dapat dialihkan pada kegiatan lebih aman dan edukatif, seperti pendampingan psikososial di lokasi pengungsian, khususnya bagi anak-anak penyintas bencana.
“Hutan itu bukan punya manusia, tapi milik sesama. Antara manusia, satwa liar, dan alam harus bisa hidup berdampingan agar gajah lestari dan habitatnya terjaga, serta masyarakat sejahtera,” paparnya.
Gajah dikembalikan ke PLG Saree
Ujang Wisnu Barata, Kepala BKSDA Aceh, menyatakan pihaknya terbuka terhadap kritik dan menerima masukan dari berbagai kalangan. Dia menyatakan, pelibatan gajah telah mempertimbangkan aspek kesejahteraan satwa dan dilakukan tanpa paksaan.
Penggunaan gajah juga sudah mengikuti dan memperhatikan kesejahteraan satwa liar dilindungi, termasuk memastikan gajah tidak dipaksa.
“Dalam membersihkan kayu-kayu, gajah hanya membantu empat jam setiap hari. Pembagiannya, dua jam pagi hari dan dua jam setelah siang,” jelasnya, Jumat (12/12/2025).
Sebelum gajah diturunkan, tim BKSDA Aceh telah memastikan lokasi tersebut aman untuk gajah, seperti tidak ada benda berbahaya.
“Tim medis dari Pusat Kajian Satwa Liar, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala yang ikut membantu, juga selalu memastikan kesehatan gajah.”
Ujang menambahkan, keempat gajah tersebut telah dipulangkan terhitung Kamis (11/12/2025). “Mereka dikembalikan ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar,” jelasnya.
©Pur/Rubrikasi.com/12/rksi/2025.
